BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Transfer belajar terjadi apabila seseorang dapat
menerapkan sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dipelajari ke
dalam situasi lain yang tertentu. Beberapa contoh sebagai penjelasan seseorang
yang telah dapat menguasai bahasa belanda umpamanya, ia akan lebih mudah dan
cepat mempelajari bahasa jerman. Kecakapan dan pengetahuan tentang gramatika
dan idiom serta susunan kata-kata dalam bahasa belanda memudahkan orang itu
untuk mempelajari bahasa jerman.
Demikianlah kita dapat mengatakan transfer belajar,
apabila yang telah kita pelajari dapat dipergunakan untuk mempelajari yang
lain. Biasanya transfer ini terjadi karena adanya persamaan sifat antara yang
lama dengan yang baru, meskipun tidak benar-benar sama.
Selain transfer belajar dalam pendidikan juga
diperlukan motivasi belajar. Guru-guru sangat menyadari pentingnya motivasi di
dalam membimbing belajar murid. Berbagai macam teknik misalnya, kenaikan
tingkat, penghargaan, peranan-peranan kehormatan, piagam-piagam prestasi,
pujian dan celaan telah dippergunakan untuk mendorong murid-murid agar mau
belajar. Ada kalanya, guru-guru
mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.
This file Presente by:1. Firok Atul Akyun (210910019)
2. Roudhotul Jannah (210910020)
3. Wahid Amiruddin (210910021)
Monggo dilanjutt....>>>>
Begitu pentingnya kesadaran tentang pentingnya
motivasi bagi perubahan tingkah laku manusia telah dimiliki baik oleh para
pendidik, para orang tua murid maupun masyarakat
B. Rumusan Masalah
1. Transfer Belajar
a.
Apa pengertian transfer belajar?
b.
Apa saja macam-macam dari transfer belajar?
c.
Apa yang menyebabkan terjadinya transfer positif dalam
belajar?
d.
Apa teriori-teori dari transfer belajar?
e.
Apa faktor yang mempengaruhi transfer belajar?
2. Motivasi Belajar
a.
Apa pengertian motivasi?
b.
Apa saja macam-macam dari motivasi?
c.
Apa saja prinsip-prinsip dalam mendesain motivasi?
d.
Apa saja teori-teori dalam motivasi?
e.
Apa tujuan dari motivasi?
f.
Apa saran bagi pengembangan motivasi dalam pendidikan?
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Transfer Belajar
1.
Pengertian Transfer Belajar
Menurut L. D. CR-row and A. Crow:
“ The carry-over of thingking, feeling, or working, of knowledge of
skills, from one learning area to another usually is referred to as the
transfer of training.”
(Pemindahan-pemindahan kebiasaan berpikir, perasaan
atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan belajar
ke keadaan belajar yang lain biasanya disebut transfer latihan/belajar).
Pemindahan hasil belajar itu sebenarnya bisa terjadi
dari mata pelajaran satu ke mata pelajaran yang lain atau kehidupan nyata di
luar sekolah.[1]
Menurut Theory of identical element yang dikembangkan
oleh E. L., Thorndike (lihat teori belajarnya dalam halaman 103), transfer
positif biasanya terjadi bila ada kesamaan elemen antara materi yang lama
dengan materi yang baru. Contoh: seorang siswa yang telah menguasai matematika
akan mudah mempelajari statistika. Contoh lain yang lebih gambling ialah
kepandaian mengendarai sepeda membuat orang mudah mempelajari sepeda motor.[2]
2.
Macam-macam Transref Belajar
a.
Transfer Positif
Transfer positif adalah transfer yang berefek baik
terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif dapat terjadi dalam
diri seseorang siswa apabila guru membantu untuk belajar dalam situasi tertentu
yang mempermudah siswa tersebut belajar dalam situasi-situasi lainnya. Dalam hal
ini, transfer positif menurut Barlow (1985) adalah learning in one situation
helpful in other situations, yakni belajar dalam suatu situasi yang dapat
membantu belajar dalam situasi-situasi lain.[3]
Transfer positif jika hasil belajar dalam satu mata
pelajaran tertentu membantu terhadap mata pelajaransituasi yang lain.[4]
b.
Transfer Negatif
Transfer negative adalah transfer yang berefek buruk
terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negative dapat dialami seorang
siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memilki pengaruh merusak
terhadap keterampilan atau pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi
lainnya. Pengertian ini diambil dari Educational Paycology: The
Teaching-Learning Process oleh Daniel Lenox Barlow (1985) yang menyatakan bahwa
transfer negative itu berarti, Learning in one situation has a damaging effect
in other situations.
Dengan demikian, pengaruh keterampilan atau
pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa sendiri tak ada hubungannya dengan
kesulitan keterampilan lainnya. Jadi, kesulitan belajar mengetik sepuluh jari
seperti yang dicontohkan di atas belum tentu disebabkan oleh kebiasaan mengetik
dua jari yang sebelumnya sudah dikuasai. Menghadapi kemungkinan terjadi
transfer negative itu, yang penting bagi guru ialah menyadari dan sekaligus
menghindarkan para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu yang diduga
keras akan berpengaruh negative terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut
pada masa yang akan datang.[5]
Apabila hasil belajar dalam suatu bidang studi mengganggu,
memperlambat atau mempersulit bidang studi lain itu dikatakan transfer negatif.[6]
c.
Transfer Vertikal
Transfer Vertikal adalah transfer yang berefek baik
terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi.
Transfer vertical (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila
pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut
dalam menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi atau rumit.
Misalnya, seorang siswa SD yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan
pengurangan pada waktu menduduki kelas 2 akan mudah mempelajari perkalian pada
waktu dia menduduki kelas 3. Sehubungan dengan hal ini, penguasaan materi
pelajaran kelas 2 merupakan prerequisite (prasarat) untuk mempelajari materi
pelajaran kelas 3.
Agar memperoleh transfer vertical guru sangat
dianjurkan untuk menjelaskan kepada para siswa secara eksplisit mengenai faidah
materi yang sedang diajarkannya bagi kegiatan belajar materi lainnya yang lebih
kompleks. Upaya ini penting sebab kalau siswa tidak memiliki alasan yang benar
mengapa ia harus mempelajari materi yang sedang diajarkan oleh gurunya itu
(antara lain untuk transfer vertical), mungkin ia tak akan mampu memanfaatkan
materi tadi untuk mempelajari materi lainnya yang lebih rumit. Padahal, learning
in one situatin allows mastery of more complex skills in other situations
(Barlow, 1985) yang berarti bahwa belajar dalam suatu situasi memungkinkan
siswa menguasai keterampilan-keterampilan yang lebih rumit dalam situasi yang
lain.[7]
d.
Transfer Lateral
Transfer lateral adalah transfer yang berefek baik
terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang sederajat.
Transfer lateral dapat terjadi dalam diri seoarang siswa apabila ia mampu
menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama
kerumitannnya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu
dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Contoh: seorang lulusan STM yang telah menguasai
teknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut di tempat
kerjanya. Di samping itu, ia juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan
teknologi mesin-mesin yang lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan yang
kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi. Alhasil, transfer lateral itu dapat
dikatakan sebagai gejala wajar yang memang sangat diharapkan baik oleh pihak
pengajar maupun pihak pelajar. Namun, idealnya hasil belajar siswa tidak hanya
dapat digunakan dalam konteks kehidupan yang sama rumitnya dengan belajar,
tetapi juga dapat digunakan dalam konteks kehidupan yang lebih kompleks dan
penuh persaingan.[8]
3.
Terjadinya Transfer Positif dalam Belajar
Transfer positif, seperti yang telah diuraikan di
muka, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya
dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa
tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah ia
pelajari di sekolah. Transfer positif dalam pengertian seperti inilah
sebenarnya yang perlu diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara
umum adalah terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas inilah
yang dapat didapat dari lingkungan pendidikan untuk digunakannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, menurut teori yang dikembangkan
Thorndike, seperti yang telah penyusun singgung di muka, transfer positif hanya
akan terjadi apabila dua materi pelajaran memiliki kesamaan unsure. Teori
kesamaan unsure ini telah memberi pengaruh besar terhadap pola pengembangan
kurikulum di Amerika serikat beberapa puluh tahun yang lalu (cross, 1974).
Hal-hal lain seperti kesamaan situasi dan benda-benda
yang digunakan untuk belajar sebagaimana tersebut dalam teori Gagne, tidak
dianggap berpengaruh. Untuk memperkuat asumsinya, Thordike memberi contoh, jika
anda telah memecahkan masalah geometri (ilmu ukur) yang mengandung sejumlah
huruf tertentu sebagai petunjuk, maka… you would not be able to transfer a
geometry problem with a different set of letter (Anderson ,
1990), anda tak akan dapat mentransfer kemammpuan memecahkan masalah geometri
itu untuk memecahkan masalah geometri lainnya yang menggunakan huruf yang
berbeda.
Transfer positif hanya akan terjadi pada diri seorang
siswa apabila dua wilayah pengetahuanatau keterampilan yang dipelajari siswa
tersebut menggunakan dua fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang
sama pula. Dengan kata lain, dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah
pengetahuan yang sama. Contohnya seorang siswa yang pandai dalam seni baca
Al-Qur’an (qori) sangat mungkin dia mudah belajar tarik suara (menyanyi),
karena dalam dua wilayah ketrampilan itu terdapat kesamaan struktur logika,
yakni logika seni. Demikian pula halnya dengan siswa yang mudah menguasai
bahasa dan sastra Indonesia ,
ia mungkin akan mudah menjadi pengarang.[9]
4.
Teori-teori Transfer Belajar
Secara umum para ahli berpendapat bahwa transfer dalam
belajar itu bisa terjadi, akan tetapi, apa sebenarnya hakekat transfer itu dan
bagaimana dalam belajar, mereka berbeda pendirian.
Pendapat mereka secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga, sebagai berikut:
a. Teori Disiplin formal atau Ilmu Jiwa Daya
Bertititk tolak dari anggapan bahwa jiwa manusia
terdiri dari berbagai daya, daya mengingat, daya pikir dan lain-lain, maka
mereka beranggapan bahwa transfer hanya bisa terjadi bila daya-daya tersebut
dapat diperkuat dan disiplinkan dengan latihan-latihan yang keras dan terus
menerus. Setelah daya-daya itu terlatih maka akan mudah terjadi transfer secara
otomatis ke bidang-bidang lain.[10]
Misalkan seorang anak yang semenjak kecil melatih diri
cara-cara melempar dengan tepat. Mula-mula ia berlatih melempar-lempar dengan
batu, kemudian di sekolah ia sering bermain kasti, sehingga terlatih pula
melempar dengan bola. Menurut teori daya, anak yang telah terlatih daya
melemparnya dengan baik, nantinya jika ia telah dewasa dan menjadi tentara,
dapat menjadi pelempar granat yang baik. Contoh lain murid-murid dilatih
belajar sejarah. Dengan mempelajarai pelajaran sejarah tidak boleh tidak daya
ingatannya sering dipergunakan untuk mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa,
dan sebagainya. Ingatan anak itu makin terlatih dan makin baik terhadap
pelajaran itu. Maka menurut pendapat teori daya, daya ingatan yang telah
terlatih baik bagi pelajaran itu dapat digunakan pula (ditransferkan) kepada
pekerjaan lain.[11]
b. Teori Elemen Identik atau Ilmu JIwa Asosiasi
William James dan Erward Thorndike tidak sependapat
dengan pandangan sekelompk ahli jiwa daya, kedua tokoh ini lalu mengkritik
antara lain sebagai berikut:
1.
Daya ingat tidak dapat diperkuat melalui latihan.
2.
Pelajaran bahasa latin misalnya tidak akan menaikkan
IQ.
3.
Ilmu-ilmu dalam bidang tertentu (bila ditunjuk dengan
istilah Ilmu Jiwa Daya mereka telah terlatih) ternyata lemah dan tidak mampu
mengamati dalam bidang-bidang lain, ini berarti transfer secara otomatis tidak
terjadi.
Kemudian kelompok asosiasi ini berpendapat bahwa
transfer hanya akan terjadai bila dalam situasai yang baru terdapat unsur-unsur
yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari,
misalnya individu yang telah lihai naik sepeda motor Honda, ia tidak akan
mengalami kesulitan bila mengendarai sepeda motor merk Suzuki, karena sepeda
motor ini mempunyai banyak unsure yang sama. Maka bila sekolah menghendaki
terjadinya trarnsfer, bahan-bahan pelajaran harus dan mempunyai unsure-unsur
kesamaan dengan kehidupan masyarakat.[12]
c. Teori Generalisasi
Peletak pandangan ini adalah Charles Judd, ia
beranggapan bahwa transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama yang
telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan
unsure-unsur. Seseorang memahami prinsip demokrasi akan mampu mengamalkan dalam
situasi yang berbeda, demikian pula prinsip ekonomi, hokum, pendidikan dan
lain-lain.
Ketiga teori tersebut sampai sekarang masih
menunjukkan kebenaran, kemampuan berpikir logis, sistematis, ternyata cukup
membantu di bidang-bidang lain (Ilmu Jiwa Daya). Unsure-unsur yang sama atau
pola-pola yang mirip bila dipahami betul orang pun tertolong dalam menghadapi situasi
yang sama sekali baru (elemen identik dan generalisasi).[13]
5.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya
Transfer
a.
Intelegensi
Individu yang lancer dan pandai biasanya segera mampu
menganalisa dan melihat hubungan-hubungan logis, ia segera melihat unsure-unsur
yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, sehingga sangat mudah terjadi
transfer.
b.
Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta
hubungannya dengan yang lain, tetapi pendirian atau kecenderungannya menolak
atau sikap negatif, maka transfer tidak akan terjadi, demikian sebaliknya
c.
Materi Pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah
berdekatan misalnya matematika dengan statistic, Ilmu Jiwa Sosial dengan
Sosiologi, lebih mudah terjadi transfer.
d.
Sistem Penyampaian Guru
Pendidikan yang senantiasa menunjukkan hubungan antara
pelajaran yang sedang dipelajari dengan mata pelajaran lain atau dengan
menunjuk ke keehidupan nyata yang dialami anak, biasanya lebih membantu
terjadinya transfer.
B. Motivasi Belajar
1.
Pengertian Motivasi
Motivasi adalah “pendorongan”; suatu usaha yang
disadariuntuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.[14]
Menurut Mc Donald memberikan sebuah definisi tentang
motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang
yang di tandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai
tujuan.[15]
Menurut pengertian di atas mengenai arti dari
motivasi, begitu pentingnya motivasi di dalam membimbing belajar murid.
Berbagai teknik dilakukan oleh guru untuk memberikas motivasi kepada para murid
misalnya kenaikan tingkat, penghargaan, peranan-peranan kehormatan,
piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan telah di pergunakan untuk mendorong
murid-murid agar mau belajar. Ada
kalanya, guru-guru mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.
Orang tua atau keluargapun juga telah berusaha memotivasi belajar anak-anak
mereka.[16]
2.
Macam-macam Motivasi
a.
Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsic adalah motivasi yang timbul dari
dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas
dasar kemauan sendiri.
b.
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrensik adalah motivasi yang timbul sebagi
akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau
paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian murid mau melakukan
sesuatu atau belajar.[17]
Bagi murid yang selalu memerhatikan materi pelajaran
yang diberiakan, bukanlah masalah bagi guru. Sebab di dalam diri murid tersebut
ada motivasi, yaitu motivasi instrinsik. Murid yang demikian biasanya dengan
kesadaran sendiri memerhatikan pelajaran guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak
terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada di
sekitarnya kurang dapat memengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain
halnya bagi murid yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi
ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini
tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau
melakukan belajar.
Ø
Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik
Pada permulaaan mengajar seharusnya terlebih dahulu
seorang guru menjelaskan mengenai tujuan instruksional khusus yang akan
dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi
dalam belajar.
Ø
Berikan hadiah untuk murid yang berprestasi
Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar
lebih giat lagi. Di samping itu, murid yang belum berprestasi akan termotivasi
untuk bisa mengejar murid yang berprestasi.
Ø
Saingan atau kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara muridnya
untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi
yang telah dicapai sebelumnya.
Ø
Pujian
Sudah sepantasnya murid ang berprestasi untuk
diberikan penghargaan atau pujian. Tentinya pujian yang bersifat membangun.
Ø
Hukuman
Hukuman diberikan kepada murid yang berbuat keslahan
saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar murid
tersebut mau mengubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.[18]
3.
Prinsip-prinsip Dalam Mendesain Motivasi
Beberapa teori keller tentang motivasi tergambar pada
dua dimensi utama, yaitu sebagai berikut:
a.
Interest
Keller membuat lima
stratgi di dalam memberikan stimulasi dan melatih muris agar tertarik pada
pelajaran.
1)
Menggunakan novel, konflik atau kejadian paradoks.
Atensi diminculkan ketika mereka berpindah tugas saat status quo.
2)
Menggunakan anekdot dan rencana lain untuk kepentingan
pribadi, menggunakan bagian emosi,
selain dari itu hanya menggunakan intelektual atau materi yang procedural.
3)
Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar lebih
banyak tentang segala sesuatu yang telah mereka ketahui, tetapi juga memberikan
pengetahuan yang belum dimengerti oleh mereka.
4)
Menggunakan analog untuk bahasa asing yang dikenal dan
mengenal bahasa asing.
5)
Membimbing murid dalam proses pertanyan dan inquiry.
b.
Relevansi
Keller mnemukakan bahwa motivasi seseorang akan
berkembang ketika individu menerima perintah, yang akan memberikan kepuasan
tersendiri, seperti kebutuhan akan prestasi, kekuatan atau afiliasi. Strategi
keller untuk meningkatkan motivasi personal: (1) meningkatkan prestasi dengan
menambah kesempatan untuk menilai standart prestasi, saat berada pada kondisi
di bawah dan saat menghadapi risiko yang berat; (2) membuat perintah yang
responsive dengan memberi kesempatan dalam memilih, bertanggung jawab dan
kelancaran interpersonal; (3) kepuasan untuk berafiliasi dengan memberikan
kepercayaan dan memberikan kesempatan tanpa risiko, interaksi kooperatif.[19]
4.
Teori-teori dalam Motivasi
a.
Teori Hedonisme
Hedone adalah bahasa yunani yang berarti kesukaan,
kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat
yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari
kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut pandangan hedonisme, manusia
pada hakekatnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan
dan kenikmatan.
Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa
semua orang akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau
yang mengandung risiko berat, dan lebih suka melakukan sesuatu yang
mendatangkan kesenangan baginya. Contohnya siswa di suatu kelas merasa gembira
dan bertepuk tangan mendengar pengumuman dari kepala sekolah bahwa guru
matematika mereka tidak dapat mengajar karena sakit. Ini menunjukkkan bahwa
motivasi itu sangat penting. Menurut teori hedonisme para siswa tersebut harus
diberi motivasi agar mau belajar dengan giat.
b.
Teori Naluri
Pada dasarnya manusia itu memiliki tiga dorongan nafsu
pokok yang dalam hal ini disebut juga naluri, yaitu:
Ø
Dorongan nafsu mempertahankan diri:
mencari makan jika ia lapar, menghindari diri dari bahaya, menjaga diri agar
tetap sehat, mencari perlindungan untuk hidup aman dan sebagainya.
Ø
Dorongan nafsu mengembangkan diri:
dorongan ingin tahu, melatih dan mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya.
Pada manusia dorongan inilah yang menjadikan kebudayaan manusia makin maju dan
makin tinggi.
Ø
Dorongan nafsu mempertahankan diri:
manusia ataupun hewan secara sadar maupun tidak sadar, selalu menjaga agar
jenisnya atau keturunannya tetap berkembang dan hidup. Dorongan nafsu ini
antara terjelma dalam adanya perjodohan dan perkawinan serta dorongan untuk
memelihara dan mendidik anak-anak.[20]
c.
Teori Reaksi yang Dipelajari
Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku
manusia tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah
laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Orang belajar
paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat ia hidup dan dibesarkan.
Oleh karena itu, teori ini disebut teori lingkungan budaya. Menurut
teori ini, apabila seorang pemimpin ataupun seorang pendidik akan memotivasi
anak buah didiknya, pemimpin ataupun pendidik itu hendaknya benar-benar latar
belakang kehidupannya dan kebudayaannya orang-orang yang dipimpinnya.[21]
d.
Teori Daya Pendorong
Teori ini merupakan perpaduan antara “teori naluri”
dengan “teori reaksi yang dipelajari”. Daya pendorong adalah semacam naluri,
tetapi hanya satu dorongan kekuatan yang luas terhadap satu arah yang umum. Misalnya,
suatu daya pendorong pada jenis kelamin yang lain. Semua orang dalam semua
kebudayaan mempunyai daya pendorong
jenis kelamin yang lain. Namun, cara-cara yang digunakan dalam mengajar
kepuasan terhadap daya pendorong tersebut berlain-lainan bagi tiap individu
menurut latar belakang kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu, menurut teori
ini, bila seorang pemimpin ataupun pendidik ingin memotivasi anak buahnya, ia
harus mendasarkannya atas daya pendorong, yaitu atas naluri dan reaksi yang
dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya. Memotivasi anak didik
yang sejak kecil dibesarkan di daerah gunumg kidul misalnya, kemungkinan besar
akan berbeda debgan cara memberikan motivasi kepada anak yang dibesarkan di kota
Medan meskipun masalah yang
dihadapi sama.[22]
5.
Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi
adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga seorang manajer, tujuan motivasi
ialah untuk menggerakkan pegawai atau bawahan dalam usaha meningkatkan prestasi
kerjanya sehingga tercapai tujuan organisasi yang dipimpinnya. Bagi seorang
guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar
timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga
tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di
dalam kurikulum sekolah. Sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada
seorang siswa yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan
matematika di papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa
percaya pada dirisendiri, di samping itu timbul keberaniannya sehingga ia tidak
takut dan malu lagi jika disuruh maju ke depan kelas.[23]
6.
Saran bagi Pengembangan Motivasi dalam
Pendidikan
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak
ddik kita, di samping kita harus menjauhkan saran-saran atau sugesti yang
negatif yang dilarang oleh agama atau yang bersifat asosial dan dursila, yang
lebih penting lagi adalah membina pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak
terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima masyarakat. Untuk itu, berbagai usaha dapat
kita lakukan. Kita dapat mengatur dan menyediakan situasi-situasi, baik dalam
lingkungan keluarga maupun sekolah, yang memungkinkan timbulnya persaingan atau
kompetisi yang sehat antar anak didik kita, membangkitkan self-competition dengan
jalan menimbulkan perasan puas terhadap kecil atau sedikitnya hasil yang
dicapai itu. Membiasakan anak didik mendiskusikan suatu pendapat atau cita-cita
mereka masing-masing dapat pula memperkuat motivasi yang baik pada diri mereka.
Tunjukkan kepada mereka dengan contoh-contoh kongret sehari-hari dalam
masyarakat bahwa dapat tercapai atau tidaknya suatu maksud atau tujuan sangat
bergantung pada motivasi apa yang mendorongnya untuk mencapai maksud atau
tujuan itu.
Pada umumnya motivasi intrinsic lebih kuat dan lebih
baik daripada motivasi ekstrinsik oleh karena itu, bangunkanlah motivasi
instrinsik pada anak-anak didik kita. Jangan hendaknya anak mau belajar dan
bekerja hanya karena takut dimarahi, dihukum, mendapat angka merah, atau takut
tidak lulus dalam ujian.[24]
BAB III
Kesimpulan
1.
Transfer Belajar
a.
Pengertian Transfer Belajar
Menurut L. D. CR-row and A. Crow:
“ The carry-over of thingking, feeling, or working, of knowledge of
skills, from one learning area to another usually is referred to as the
transfer of training.”
(Pemindahan-pemindahan kebiasaan berpikir, perasaan
atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan belajar
ke keadaan belajar yang lain biasanya disebut transfer latihan/belajar).
b.
Macam-macam transfer belajar
1)
Transfer Positif
Transfer positif adalah transfer yang berefek baik
terhadap kegiatan belajar selanjutnya.
2)
Transfer Negatif
Transfer negative adalah transfer yang berefek buruk
terhadap kegiatan belajar selanjutnya.
3)
Transfer Lateral
Transfer lateral adalah transfer yang berefek baik
terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang sederajat.
c.
Terjadinya transfer positif dalam belajar
Transfer positif, seperti yang telah diuraikan di
muka, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya
dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa
tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah ia
pelajari di sekolah.
d.
Teori-teori dalam transfer belajar
1)
Teori disiplin formal atau ilmu jiwa.
2)
Teori elemen identik atau ilmu jiwa asosiasi.
3)
Teori Generalisasi.
e.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
transfer
1)
Intelegensi.
2)
Sikap.
3)
Materi pelajaran.
4)
Sistem
penyampaian guru.
2.
Motivasi Belajar
a.
Pengertian motivasi
Menurut Mc Donald memberikan sebuah definisi tentang
motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang
yang di tandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai
tujuan.
b.
Macam-macam motivasi belajar.
1) Motivasi Instrinsik.
2) Motivasi Ektrinsik.
c.
Prinsip-prinsip dalam mendesain motivasi
1) Interes.
2) Relevansi.
d.
Teori-teori dalam motivasi
1) Teori Hedonisme.
2) Teori Naluri.
3) Teori Reaksi yang dipelajari.
4) Teori Daya Pendorong.
e.
Tujuan motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi
adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk melakukan sesuatu.
f.
Saran bagi pengembangan motivasi dalam
pendidikan
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak
ddik kita, di samping kita harus menjauhkan saran-saran atau sugesti yang
negatif yang dilarang oleh agama atau yang bersifat asosial dan dursila, yang
lebih penting lagi adalah membina pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak
terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima masyarakat. Untuk itu, berbagai usaha dapat
kita lakukan. Kita dapat mengatur dan menyediakan situasi-situasi, baik dalam
lingkungan keluarga maupun sekolah, yang memungkinkan timbulnya persaingan atau
kompetisi yang sehat antar anak didik kita, membangkitkan self-competition dengan
jalan menimbulkan perasan puas terhadap kecil atau sedikitnya hasil yang
dicapai itu.
Daftar Pustaka
Mustaqim, psikologi pendidikan,
(Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang,) 2001.
Purwanto,
Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya) 1998.
Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta :
Rajawali Pers), 2009.
Syah, Muhibbin, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), 2008.
Sumanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, (Malang : PT. Rineki Cipta), 1990.
[1] Mustaqim,
psikologi pendidikan, (semarang :
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 64.
[2] Muhibbin
syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal, 167.
[3] Muhibbin
syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal, 168.
[5] Muhibbin
syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal,168.
[6] Mustaqim,
psikologi pendidikan, (semarang :
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 65.
[7] Muhibbin
syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal, 169.
[8] Ibid,
hal 169.
[9] Ibid,
hal, 169-171.
[10]
Mustaqim, psikologi pendidikan, (semarang :
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 65-66.
[11] Ngalim
purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya) 1998, hal 109.
[12]
Mustaqim, psikologi pendidikan, (semarang :
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 66-67.
[13] Ibid,
hal 67.
[14] Ngalim
purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya) 1998, hal 71.
[16] Ibid,
hal 188.
[17]
Veithzal Rivai, Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta :
Rajawali Pers), 2009, hal 732.
[18] Ibid,
hal 733.
[19] Ibid,
hal 738.
[20]Ngalim
purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya) 1998, hal 33.
[21] Ibid,
hal 76.
[22] Ibid,
hal 77.
[23] Ibid,
hal 73.
[24] Ibid,
hal 80-82.
0 komentar:
Posting Komentar